2023 Pengarang: Luccile Osborne | [email protected]. Terakhir diubah: 2023-05-22 02:14
UPDATE, 31 Oktober, 9:28 pagi ET: Presiden Burkina Faso Blaise Compaore mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa dia telah mundur setelah protes.
Pos asli:
Presiden Burkina Faso mengatakan akan menyerahkan kekuasaan 27 tahun negara Afrika barat itu setelah protes keras mengguncang ibu kota Ouagadougou, Kamis.
Dalam pernyataan yang disiarkan televisi kepada negara, Presiden Blaise Compaore mengumumkan niatnya untuk menyerahkan kekuasaan kepada pemimpin baru yang terpilih secara demokratis setelah masa transisi. Compaore bermaksud untuk tetap berkuasa saat transisi berlangsung.
Lihat juga: Seperti apa ketika 100.000 orang berkumpul untuk kebebasan Internet
Pemerintah bangkit setelah para demonstran menyerbu gedung parlemen negara itu pada hari sebelumnya sebelum pemungutan suara yang direncanakan yang akan membuka jalan untuk memperpanjang masa jabatan presiden.
Dalam pidatonya, Compaore mengatakan tagihan baru yang kontroversial telah ditarik.
Sebelumnya pada hari itu, Majelis Nasional dibakar dan seorang pemrotes dilaporkan tewas setelah polisi tampaknya menembakkan peluru langsung ke arah kerumunan.
Selain menyapa negara dengan pernyataan di televisi, Compaore juga men-tweet niatnya untuk mundur. Dia menyampaikan pesan belasungkawa kepada keluarga mereka yang terbunuh dalam kekerasan hari itu. Tweet di bawah ini, diterjemahkan, mengatakan, "Saya ingin menyampaikan belasungkawa terdalam saya kepada keluarga yang berduka dan berharap pemulihan yang cepat bagi yang terluka."
Compaore telah mengumumkan keadaan darurat di negara itu pada hari sebelumnya (yang kemudian dibatalkannya) dan perbatasan ditutup. Sementara itu Jenderal Angkatan Darat Honore Traore, kepala staf gabungan, mengumumkan bahwa jam malam akan berlaku dari jam 7 malam sampai 6 pagi. Pemerintah dan parlemen juga dibubarkan, katanya dalam sebuah pernyataan yang terlihat di bawah.
Posting oleh Stella Nana.
Burkina Faso telah lama dikenal karena kestabilan relatifnya di Afrika Barat yang bergejolak, meskipun ketegangan meningkat terkait rencana Compaore untuk memperpanjang kekuasaannya.
Dia pertama kali berkuasa setelah kudeta Oktober 1987 terhadap Presiden Thomas Sankara waktu itu, teman lama Compaore dan sekutu politik yang akhirnya terbunuh dalam perebutan kekuasaan.
Compaore telah terpilih empat kali sejak itu, meskipun oposisi telah membantah hasilnya.
Sebelumnya, polisi di ibukota telah mendorong massa kembali dengan gas air mata, tetapi mereka berkumpul kembali dalam jumlah yang lebih besar, melewati garis polisi dan masuk ke gedung parlemen.
Sejak berkuasa dalam kudeta, Compaore, 63, telah membentuk kembali dirinya sebagai seorang negarawan senior yang menjadi perantara perselisihan pemilu dan pembebasan sandera di seluruh wilayah.
Associated Press berkontribusi pada laporan ini.
